23 Oktober 2007

Panduan Bagi Pelaku Bisnis (Analisis kasus pada CV.Indonesia Multi Viliteria)

Problema Lingkungan Pemerintahan
CV. Indonesia Multi Viliteria merupakan sebuah perseroan komanditer yang dibangun dengan maksud dan tujuan:
1. Mengusahakan perusahaan yang bergerak dibidang Konsultasi Agribisnis ( pertanian, peternakan, perikanan, dan perkebunan )
2. Mengusahakan Perusahaan yang bergerak di bidang Perdagangan umum dan Jasa, termasuk Jasa Eksport/Import, Perdagangan sebagai supplier dan Pengadaan barang
3. Pengembangan perumahan, dan jasa konstruksi

CV. Indonesia Multi Viliteria terdiri dari
empat profesional yang merupakan mahasiswa reguler Master of Management Gadjah Mada University ( MMGMU ) batch 45. Berawal dari pertemanan dan aktivitas yang dipenuhi dengan tugas-tugas kuliah, mereka mulai melebur dan termotivasi untuk mengaplikasikan teori dalam realitas tekanan biaya kuliah yang cukup mahal ahirnya memicu mereka untuk mencari biaya dengan membangun CV. Indonesia Multi Viliteria. Keragaman latar belakang pendidikan menjadi competitive advantage bagi solusi bisnis yang berwawasan global. Profesionalisme empat pendiri CV. Indonesia Multi Viliteria merupakan jaminan bagi kesuksesan bisnis Anda.
Saat pertama kali hendak mendirikan perseroan komanditer ini pemilik memiliki beberapa kendala yaitu adanya ketidak jelasan alur yang harus dilalui dalam perijinan dan adanya ketidak sinkronan dalam aturan perijinan antara dinas perijinan dan kecamatan. Sebagaimana sebuah usaha akan dimulai, CV. Indonesia Multi Viliteria memulainya dari membuat akta, mengambil formulir HO di dinas perijinan, meminta tandatangan tetanggad-tetangga di sekitar lokasi, meminta tanda tangan RT, RW, Lurah dan Camat, pengurusan NPWP dan seterusnya.
Namun ketika setelah pembuatan HO selesai kemudian akan dilanjutkan dengan pembuatan NPWP baru diketahui bahwa HO konstruksi untuk saat ini terdiri dari dua HO yang sekarang dikeluarkan satu paket, yaitu konsultasi dengan pengawas konstruksi; atau konsultasi dengan pelaksana konstruksi. Jika hanya memiliki HO konsultasi konstruksi saja CV. Indonesia Multi Viliteria tetap tidak dapat beroperasi di bidang konstruksi, karena biasanya sebagai konsultan sekaligus merangkap juga sebagai pengawasnya. Padahal di kecamatan sendiri tidak ada penjelasan untuk hal tersebut, sehingga apabila hendak melanjutkan perijinan usaha dibidang konstruksi CV. Indonesia Multi Viliteria harus mengulangi dari proses awal yang ternyata cukup memakan waktu.
Seharusnya sejak awal dilakukannya pembuatan HO, pihak kecamatan dapat sekaligus memberikan informasi yang sejelas-jelasnya bagi CV. Indonesia Multi Viliteria. Pertanyaan yang terlintas dalam benak CV. Indonesia Multi Viliteria adalah apakah pihak kecamatan tidak mengetahui hal tersebut atau pihak dinas perijinan yang tidak mampu mensosialisasikan ketentuan baru tersebut. Pada kenyataannya pihak kecamatan tidak mengetahui peraturan baru yang telah ditentukan oleh pihak dinas perijinan. Hal ini telah membuat CV. Indonesia Multi Viliteria harus mengulangi prosedur yang seharusnya hanya perlu dilakukan cukup satu kali. Hal ini menjadi sangat tidak efisien, karena pemilik sama-sama masih menimba ilmu dibangku perkuliahan dan waktu luang yang dimiliki sangatlah terbatas karena di padati oleh jadwal kuliah dan tugas-tugas.
Permasalahan lain yang muncul adalah ketika hendak melanjutkan perijinan, akta CV. Indonesia Multi Viliteria ternyata harus dicap oleh pengadilan negri. CV. Indonesia Multi Viliteria bermaksud untuk melaksanakan segala ketentuan dan sebisa mungkin melakukan hal-hal sebagai prasayarat yang dapat dicicil. Namun sesampainya di pengadilan negri syarat untuk mengecap akta adalah NPWP sedangkan HO masih dalam permasalahan karena ada ketidak sinkronan aturan, hal ini sempat membuat geram CV. Indonesia Multi Viliteria karena dinilai sangat menghambat.
Semenjak awal untuk pelaku bisnis baru memang tidak diberikan panduan yang jelas oleh pihak dinas perijinan, sehingga pelaku bisnis baru masih meraba-raba untuk mencari alur yang benar. Namun benar adanya apa yang dikatakan pepatah
”Learning by doing” , karena jika tidak dijalankan maka tidak akan diketahui bahwa ada sesuatu hal yang salah atau keliru. Yang penting pemerintah mau belajar dari kesalahan dan mau untuk memperbaikinya demi kebaikan bersama.

Rekomendasi untuk pemerintah
Seharusnya hal yang dialami oleh CV. Indonesia Multi Viliteria tidak perlu terjadi apabila pemerintah dapat mensolidkan teamnya sendiri. Semestinya pengintegrasian data ataupun pensosialisasian ketentuan-ketentuan baru itu dapat berjalan dengan baik, mengingat saat ini teknologi telah berkembang sangat pesat.
Adanya satu alur dan ketentuan yang jelas serta pasti akan mempermudah pelaku bisnis dalam memulai usaha baru ataupun dalam menangani sebuah proyek. Sangat diharapkan oleh para pelaku bisnis bahwa pemerintah dapat mendukung sepenuhnya dalam segala regulasi yang terkait dalam bisnis. Sehingga pelaku bisnis dapat melakukan segala prosedur yang diperlukan dan tentunya dengan dukungan sosialisasi yang baik dari pemerintah.

Berdasarkan kasus yang dialami oleh CV. Indonesia Multi Viliteria pemerintah diharapkan dapat memperbaiki beberapa hal, yaitu :
1. Ada
panduan dan alur yang jelas dalam perijinan bagi pelaku bisnis, sehingga tidak ada yang terlewat dan sistem menjadi lebih efisien.
2. Adanya
sinkronisasi dan sosialisasi aturan-aturan dari dinas perijinan dengan lembaga-lembaga terkait.

Strategi voice/exit pelaku bisnis
Strategi yang dapat ditempuh oleh pelaku bisnis untuk mendorong pemerintah menjalankan rekomendasi yang saya usulkan, adalah dapat dilakukan beberapa langkah sebagai berikut :

1. Membantu pemerintah untuk
mengemas segala bentuk peraturan perijinan ke dalam sebuah buku panduan yang nantinya akan diberikan kepada pelaku bisnis. Tujuan pemberian buku panduan ini adalah supaya pelaku bisnis memiliki dasar pengetahuan tentang alur perijinan yang jelas, sehingga pelaku bisnis dapat membuat sistem perusahaannya menjadi seefisien mungkin. Untuk teknologi yang lebih maju juga dapat dibuat sebuah perijinan online dan situs ini disosialisasikan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat.

2. Membuat sebuah
jaringan komunikasi yang berantai dan selalu up to date dalam informasi baik dalam lingkup pelaku bisnis, lingkup pemerintahan, dan antara pelaku bisnis dengan pemerintahan. Berdasarkan pengalaman CV. Indonesia Multi Viliteria, ketidaksinkronan dalam lingkup pemerintahan sendiri telah memberikan dampak yang cukup signifikan. Tujuan adanya jaringan komunikasi ini adalah untuk membuat adanya sebuah standar yang baku dalam perijinan sehingga pelaku bisnis dapat menjalankan kebutuhan perijinan sesuai dengan peraturan yang tersedia. Secara teknisnya dapat dibuat sebuah info online dalam masing-masing lingkup yang telah dijelaskan, dan ada yang bertanggung jawab atas info online ini sehingga akan terus diperbaharui berita-beritanya dan terus terpelihara.

3 komentar:

dhyte mengatakan...

Pembuatan sebuah badan usaha sebenarnya tidak akan semudah yang IMV bayangkan. Bukan izinnya yang membuat susah, untuk izin gampang: datang ke notaries, bayar, pilih nama, tandatangan, selesai. Bila ingin mudah cukup seperti itu dan bayar notaris a-b jt, selesai.
Langkah yang IMV lakukan benar untuk tatacara mendapatkan izin usaha, yang salah adalah kurangnya kesiapan dari tiap anggota IMV. Dari tulisan IMV saya menangkap bahwa untuk memulai sebuah badan usaha yang bergerak di bidang konsultan IMV kurang memahami bidang usaha yang akan dijalani. Bukan kecamatan atau instansi pemerintah lain yang mengetahui bidang usaha apa yang akan diambil oleh pemulai usaha, tetapi pemulai usahalah yang harus menguasai bidang usaha yang akan dijalaninya. Masih untung diberitahu kalau harus mengambil pengawas, kalau tidak dan CV terlanjur selesai sampai ke npwp dan pkp?? Untuk masalah perijinan coba tanya notaris terdekat, pasti dibantu kok, mereka baik.
Coba pelajari lagi bidang usaha yang akan IMV geluti, kesiapan market dan bussines plan yang jelas akan menjadi modal awal untuk kesuksesan IMV. Ketahui setiap detail tugas yang akan diemban dari setiap bidang usaha yang akan diambil. Meraba-raba, ya memang, tidak gampang memulai sebuah usaha yang belum pernah diterjuni sebelumnya.
Setelah perusahaan terbentuk maka IMV harus membayar pajak! Ini salah satu masalah utama. Bukannya kita tidak ingin membayar pajak, akan tetapi usaha belum mulai sudah harus mendapat beban. Di beberapa tempat (technopark) di luar negeri ada kemudahan dimana perusahaan yang dibangun di technopark yang bersangkutan dibebaskan dari membayar pajak selama beberapa tahun. Bagaikan bayi yang baru melajar merangkak, seharusnya jangan dipaksa untuk berdiri, apalagi berlari. Seharusnya biarkan perusahaan itu hidup dan besar dahulu baru setelah itu diwajibkan untuk membayar pajak. Masalah membayar pajak ini bukan semata-mata besar uangnya, akan tetapi kerepotan dalam mengerjakannya. Maklum, ini perusahaan start-up yang belum memiliki SDM khusus untuk menangani hal tersebut.
Kemudian ada masalah lagi dalam menutup usaha. Jika IMV ingin menutup perusahaan (membubarkan diri) maka ada aturan yang harus diikuti. Tidak semudah itu dalam menutup perusahaan. Oh ya, IMV harus ke notaris lagi yang notabene uang lagi (padahal perusahaannya mau tutup ya?). Di luar negeri, khususnya di Silicon Valley, kemudahan untuk membuka dan menutup perusahaan merupakan salah satu kelebihan mereka.
Oleh sebab itu, sebelum IMV membuat sebuah CV secara resmi, pikirkan matang-matang dahulu. IMV masih bisa melakukan bisnis tanpa membuat CV, yaitu dengan nama pribadi sendiri saja. Namun ini ada masalahnya juga. Siapa yang mau berbisnis dengan anda secara personal? Biasanya perusahaan tidak mau dan tidak bisa karena mereka memiliki aturan internal (untuk menghindari penyalahgunaan jabatan). Usaha yang tidak memiliki badan hukum secara formal akan dianggap sebagai "dolanan" atau main-main. Oh ya, jika IMV tidak memiliki badan hukum formal (PT), IMV pun tetap harus membayar pajak meskipun menjadi pajak pribadi. Jadi tetap saja masalah di sisi ini.
Kembali ke masalah izin, memang ada usaha-usaha tertentu yang membutuhkan izin selain membuat PT-nya. Jika IMV membuat usaha yang terkait dengan lingkungan (seperti membuat pabrik), maka memang IMV harus memiliki beberapa izin. Demikian pula jika usaha IMV terkait dengan keramaian publik (misalnya membuat mall atau bioskop atau tempat keramaian lainnya) tentu saja IMV harus memiliki izin yang lain lagi.
Intinya apa yang akan dimulai bukan main-main, sekali terjun ya basah sekalian. Tidak ada yang akan berhasil bila tidak mencoba. Selamat berjuang, PASTI SUKSES

cahyo's mengatakan...

nih bagus sih buat orang yang mau ngejuin sebuah usaha baru, tapi ada baiknya klo apa yang kamu tulis lebih berkaitan dengan kondisi nyata tapi dari sisi positif, biar orang lain yang mo ngajuin usahanya percaya dirinya meningkat. ok

Unknown mengatakan...

Bagaimana menurut anda tentang comeback twice yes or yes?